Rabu, 28 Desember 2011

Tidak Semua Teman Itu Sahabat

Aku punya teman/sahabat yang sangat ababil Padahal dia ini mempunyai segala hal yang secara materi bisa ia miliki. Dalam pemikiranku apa yang salah sih sebenarnya dalam hidup orang ini?Aku mencoba ingin tahu, menyelami, menjadi temannya dan mengerti pribadinya. Ternyata permasalahan yang kelihatannya kompleks itu hanya disebabkan satu hal sederhana yang tak ia terapkan dalam hidupnya yaitu bersyukur. Ternyata kenyamanan dan segala materi itu hanya dapat membeli kepuasan sesaat. Setelah bosan ia menginginkan yang jauh lebih.Lagi-lagi itu menyiksanya. Lalu ia merasa orang-orang disekelilingnya nggak  ngertiin perasaannya. Dia sangat egoistis dalam hal ini. Selalu merasa orang lain harus peduli kalo nggak dia bakalan merana jauh lebih. Anehnya kalau orang-orang disekitarnya mulai care dan mencoba menasihati dia tetap kepada kekeraskepalaannya itu. Ya,Tuhan model manusia apa ini?Aku dan banyak orang lainnya harus tiap hari bertemu dan berinteraksi dengannya.Sifat nggak mau kalahnya itu juga yang semakin membuatku harus memperluas kapasitas hatiku. Bagaimana harus menghadapi manusia labil seperti ini?
Teman-temanku mulai mengeluh tentangnya. Aku pun juga namun kadang ku rem sendiri karena aku tahu proses seseorang menjadi pribadi yang dewasa itu nggak instan. Aku sendiri menyadari aku pernah sangat ababil dulu zaman SMP-SMA. Tapi heranku sendiri ini kan sudah dunia perkuliahan yang serba mandiri. Kemanjaan nggak akan membawa IP menjadi cum laude bukan?
Pernah suatu saat terlontar sebuah gagasan untuk menjauhinya tapi apakah itu the best way for solving this problem?Pertanyaan itu terus tergiang-ngiang dalam otakku yang terus terheran-heran dengan tingkah lakunya. Kembali lagi aku terus mencari cara gimana ya enaknya?Sebenarnya dia anak yang baik dan loyal tapi itu semua terdominasi sifat-sifatnya yang menjurus negativ. So????
Akhirnya aku bawa doa permasalahan kemana lagi kalo bukan pada Yang Maha Bijak. Aku berdoa deh ma Dia. Hemm, jawabannya sederhana banget: kasih. Ternyata untuk menyadarkannya dibutuhkan luapan cinta untuknya karena itulah yang tak pernah dimilikinya secara utuh. Klise ya?Tapi kenyataan emang begitu. Kesepiannya menghancurkan dirinya sendiri perlahan-lahan. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengenalkannya kepada Cinta yang sesungguhnya. Kepada Cinta itu sendiri. Namun sampai saat ini aku masih dalam proses pengenalan karena dia selalu menolak dan menolak dengan berbagai rangkaian kebohongan yang ia lontarkan padaku. Sempat aku ada ditahap mau merasa udahlah bodo amat. Tapi Tuhan ingatkan aku lagi bahwa memang tidak mudah menjadi setia dalam perkara yang seolah nggak ada harapan. Tapi penyertaan-Nya dijanjikan sempurna padaku.Oleh karena itu semangatku berkobar lagi. Pokoknya aku harus sampai garis finish mengenalkan dia pada Sang Cinta apapun konsekuensinya. Aku hanya ingin dia juga mendapatkan anugerah yang luarbiasa itu. Sederhana bukan?Tapi kenapa sih dia selalu menolak?
Dia selalu berargumen bahwa dirinya kotor, nggak pantes masuk gereja?Hallo????Mungkin memang kedangkalan selalu mendatangkan persepsi yang dangkal juga. Aku hanya dengan gaya sedikit kayak pengkotbah mengatakan dengan semangat api 45.”Tuhan Yesus datang kedunia dan mati disalib bukan untuk menebus orang SUCI, Dia mengatakan dengan sangat jelas bahwa Ia datang untuk menebus dosa manusia yang percaya pada-Nya?So????Bisakah otakmu mencerna itu?Ataukah lebih gampangnya lihatlah dokter itu menyembuhkan orang sakit bukan orang yang sehat kan????Begitulah berlaku juga untuk kita.” Masih juga perasaannya kebas.Arghhh lebih gampang ngomong dengan tembok kalau gini daripada dengan orang bebal.Hemmm...
Aku nggak boleh menyerah sampai dia benar-benar berubah to be better.Hemmm...(Menyemangati diri sendiri dengan tangan dikepalkan keudara)
Masalah kuliah.Kami kuliah di jurusan yang berpredikat terbaik se-Asia Tenggara. Halo???Tapi dia kok rasanya kayak orang tersesat di sini. Ya, Tuhan bahkan hal yang termudah pun dia nggak donk. Astaga.Usut punya usut ternyata nilainya itu semua hasil dari nyotek. Yah,jelas aja kalo gitu.Kok bisa-bisanya gitu?Aku dan temen-temenku yang lain masuk ini jurusan dengan segala effort tapi dengan entengnya dia selalu mengagungkan uang agar segala hal itu berjalan tanpa dia berusaha sendiri. Lalu dimana letak kepuasaan menjalani sebuah pengalaman?
Aku mulai merenungi kata-kata ini mencoba mencernanya dan mengendapkannya. "Tidak semua teman itu sahabat." Lalu?Bagaimana? Aku mencoba merefleksikan ni kata-kata pada hubungan pertemananku ma dia. Hemmmm...
Ada saran???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar